Dirumahnya.
Disebuah hotel, ketika rumahnya sedang direnovasi.
Elegi Tasripin yang terangkat melalui media massa dan media sosial mengetuk rasa kemanusiaan. Simpati mengalir untuk meringankan beban bocah 12 tahun yang terpaksa menghidupi tiga adiknya itu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun tergugah.
Riuh tawa suara bocah memecah keheningan di sebuah ruang kamar hotel berbintang. Di atas ranjang bersih nan empuk itu, Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo (4) berebut permen cokelat. Sesekali, si bungsu menggelayut di bahu Tasripin, kakaknya, yang duduk kalem di sudut ranjang. Sang kakak tersenyum memandang keceriaan adik-adiknya.
”Di sini enak, kasurnya empuk. Tapi, saya tetap kangen rumah,” ujar Tasripin, Kamis (18/4), bocah yang beberapa hari terakhir ini menjadi perbincangan hangat setelah kisah pilunya tersebar ke khalayak luas.
Tasripin sebelum ini terpaksa menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya setelah ditinggal pergi sang ayah ke Kalimantan enam bulan lalu. Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu karena tertimpa batu saat menambang pasir di dekat rumahnya. Setelah kakak sulungnya turut merantau kerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, praktis Tasripin menjadi tumpuan hidup ketiga adiknya.
Sejak Rabu malam, Tasripin dan ketiga adiknya diinapkan di sebuah hotel berbintang di Purwokerto. Keempatnya sengaja diinapkan karena rumah mereka sedang direnovasi oleh relawan TNI dari Kodim 0701 Banyumas dan Korem 071 Wijayakusuma.
Oleh Kodim 0701 Banyumas, Tasripin disediakan dua kamar di kamar nomor 246 dan 250. Namun, Tasripin dan ketiga adiknya lebih suka tinggal dalam satu kamar.
Hidup bertahun-tahun dengan dipan kayu yang lembab, ketiga adik Tasripin mengaku senang bisa menikmati kasur empuk sembari menonton acara di televisi. Tak hanya itu, pelbagai makanan, camilan, hingga susu kemasan terus mengalir dari para donatur yang peduli dengan nasib Tasripin dan ketiga adiknya itu.
Bantuan mengalir
Kondisi Tasripin jauh berbeda dengan ketika Kompas mengunjungi rumahnya pekan lalu. Saat itu, Tasripin dan ketiga adiknya mengenakan pakaian kumal yang di beberapa bagian sudah robek.
Kemarin, keempatnya tampak lebih terawat. Pakaian mereka semuanya baru, masih bau toko. Rambut Tasripin dan adik- adiknya pun dicukur rapi.
Tasripin mengenakan kaus kuning dan celana pendek warna biru berbahan katun. Mereka tidak lagi bertelanjang kaki. Semuanya mengenakan sandal baru bahan karet. Hanya satu yang tidak berubah dari Tasripin, bocah itu tetap bersahaja dan sopan kepada setiap orang yang ditemui.
Sejak kisah pilunya diangkat ke khalayak luas dan ramai diperbincangkan di media sosial, bantuan untuk Tasripin terus mengalir. Ada dari perseorangan, lembaga sosial, dan ada pula dari para filantrop. Rasa kemanusiaan tergugah atas kisah Tasripin yang harus bekerja menjadi buruh tani demi menghidupi ketiga adiknya.
Tak ketinggalan para pembaca Kompas dari berbagai penjuru Nusantara mengirimkan bantuan langsung ke rekening Tasripin. Sejak tiga hari lalu, dibantu oleh BRI Cabang Cilongok, Banyumas, Tasripin telah memiliki rekening pribadi atas nama dirinya.
Selain bantuan uang tunai, ada pula dermawan yang mengirimkan hewan ternak supaya dapat dipelihara Tasripin. Harapannya, setelah beranak pinak, hewan tersebut dapat dimanfaatkan untuk penghidupan mereka kelak.
Bahkan, melalui akun Twitternya, @SBYudhoyono, Presiden menginstruksikan staf khususnya berkoordinasi dengan Gubernur Jawa Tengah untuk mengatasi persoalan hidup Tasripin. Yudhoyono memandang Tasripin terlalu kecil untuk memikul beban dan tanggung jawab sebesar itu. ”Secara moral, saya dan kita semua harus membantunya,” pesan Yudhoyono dalam akun Twitternya.
Salah satu aksi nyata ditunjukkan TNI dengan merenovasi rumah Tasripin. Rumah Tasripin akan direnovasi hingga masuk kategori rumah sehat. Menurut rencana, rumah itu akan mulai ditempati kembali Jumat pagi.
Anggota TNI juga membuatkan fasilitas MCK. Bagian dapur, yang gelap dan lembab, dibuatkan ventilasi sehingga lebih terang dan sehat. Kamar tidur Tasripin dan ketiga adiknya yang berukuran 3 meter x 3 meter juga diperbesar. Lantai rumah yang pecah-pecah disemen ulang. Dinding papan rumah yang keropos diganti supaya lebih kokoh.
”Halaman rumah juga akan dipasangi paving block agar lebih layak,” kata Komandan Kodim 0701 Banyumas Letkol (Inf) Helmi Tachejadi Soerjono.
Tasripin sangat bersyukur atas bantuan dan perhatian yang mengalir untuk mereka. Dia berharap, bantuan tersebut bisa dijadikan modal usaha bapaknya sehingga tidak perlu merantau.
”Banyak yang perhatian kepada saya dan adik-adik. Terima kasih atas bantuan yang tulus dari berbagai pihak,” ucapnya dengan nada polos dan lugu.
Saat ini, di benak Tasripin cuma satu, ingin bapaknya segera pulang. ”Saya mau sekolah kalau Bapak sudah pulang. Supaya adik-adik enggak bingung,” ujarnya.
Nasihati (43), bibi Tasripin yang tinggal berdekatan, mengatakan, Kuswito (42), ayah Tasripin, sedang dalam perjalanan pulang dari Kalimantan. Kuswito pulang setelah beberapa kali ditelepon Nasihati dan beberapa orang di dusunnya tentang kondisi Tasripin.
Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman, Sulyana Dadan, mengatakan, fenomena Tasripin di wilayah pedesaan terjadi karena kemiskinan struktural. Dia juga melihat pergeseran solidaritas di pedesaan yang selama ini lebih bertumpu pada solidaritas mekanik.
”Warga desa sebenarnya punya kesadaran tinggi terhadap sesama. Kesadaran kolektif merasa menjadi bagian satu dengan lainnya. Mungkin ini mulai tergerus menjadi solidaritas organik yang bergerak hanya karena kebutuhan dan kepentingan,” ucapnya.
Meski begitu, Dadan berharap, kepedulian tinggi para dermawan kepada Tasripin tidak hanya terjadi ketika kasus seperti ini muncul ke permukaan. Solidaritas sosial mestinya tak berhenti pada kasus Tasripin.
Layaknya fenomena puncak gunung es, banyak Tasripin lain di wilayah Tanah Air yang belum (dan tidak) terberitakan, apalagi tersentuh.
sumber : http://regional.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar