Perbincangan tentang Piala Eropa 2102 tak ubahnya perbincangan isu-isu
politik nasional. Di manamana selalu jadi perdebatan menarik, hangat,
dan seksi. Masyarakat Indonesia yang dikenal sangat menggandrungi
permainan si kulit bundar ikut bersemangat, bergembira, dan berbicara.
Mulai warung kopi, sosial
media, dalam forum tertentu, kalangan politisi, hingga penghuni istana
pun ikut membicarakan Piala Eropa 2012. Pada titik ini, setiap orang
tentu akan mengunggulkan masing-masing tim kesayangannya, dengan beragam
argumen. Sudah pasti dijamin seru. Dalam waktu tiga minggu, kita akan
menyaksikan 16 negara terbaik dari benua Eropa berlaga di
Polandia-Ukraina, dua negara sebagai panitia ajang empat tahunan ini.
Tak
menutup kemungkinan bila gegap gempita dalam merebut trofi Henry
Delaunay bisa membuat kita sejenak melupakan hiruk-pikuk politik,
termasuk aneka problem yang tengah melilit negeri ini. Seakan aksi para
bintang dunia di lapangan hijau yang kita tunggu-tunggu bakal menyihir
para pencinta sepak bola dunia, khususnya rakyat di republik ini. Secara
kasatmata, kita sepakat bahwa sepak bola (baca Piala Eropa 2012)
berbeda dengan panggung politik.
Dua-duanya bisa melahirkan
berbagai kemungkinan. Namun, perbedaan itu bisa tertutup dengan berbagai
hal yang menjadi persamaan antara politik dan sepak bola. Sejarah telah
mencatat setidaknya dalam empat kali terakhir gelaran Piala Eropa,
Jerman (juara Piala Eropa 1996), Perancis (kampiun Piala Eropa 2000),
Yunani (jawara Piala Eropa 2004), dan Spanyol (pemenang Piala Eropa
2008) telah menunjukkan diri sebagai tim terbaik dan terhebat di jagat
Eropa.
Lantas, di mana benang merah politik dan sepak bola?
Negara yang berhasil masuk putaran final Piala Eropa 2012 adalah tim
sepak bola yang telah melewati fase kualifikasi selama tiga bulan.
Mereka menjalani dari satu pertandingan ke pertandingan lain untuk
berebut tiket ke Polandia-Ukraina, dengan menyingkirkan para pesaingnya.
Selain itu, beberapa tim juga melakukan uji coba dengan negara maupun
klub sepak bola lain guna mengukur kekuatan dan kesiapannya bertarung di
Piala Eropa 2012.
Proses ini menjadi penting dilewati untuk
membuktikan siapakah yang menjadi terbaik. Perjalanan sepanjang
kualifikasi dan laga persahabatan sesungguhnya menjadi catatan penting
bagi pelatih, ofisial tim, dan pengurus sepak bola. Untuk kepentingan
pembentukan tim nasional, pelatih harus memilih dan memanggil
pemain-pemain berkualitas dengan spesifikasi berbeda secara ketat dan
selektif.
Setiap pemain dicermati profil pribadi, pengalaman,
dan kemampuan pribadinya diukur dalam memainkan bola. Pelatih dengan
dibantu para ofisial tim, berkuasa penuh untuk menentukan nama-nama
pemain yang akan membela negaranya. Sebaliknya, pelatih pun harus siap
menerima kritik dan suara sumbang bilamana ada pemain bertalenta yang
tidak masuk skuad timnas.
Tanggung jawab dan tugas pelatih
selanjutnya bertambah berat. Pelatih harus mampu mengonsolidasikan
pasukannya, menciptakan komunikasi dan relasi efektif, menyusun strategi
sekaligus meracik taktik jitu supaya timnya sanggup memenangi setiap
pertandingan. Dalam proses konsolidasi tim, hal yang paling penting bagi
pelatih adalah kemampuannya mengontrol emosi pemain-pemain bintang.
Sering
kali pemain-pemain tenar memiliki ego lebih tinggi dibanding
pemain-pemain yang baru masuk timnas, sehingga pelatih berkewajiban
menciptakan tim kuat, solid, dan cenderung tidak menonjolkan
individu-individu, mengingat sepak bola adalah kerja kolektif. Sekadar
contoh. Pelatih Spanyol pada Piala Eropa 2008, Luis Aragones, berhasil
mengantarkan Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008.
Kunci
keberhasilan Aragones sesungguhnya terletak pada kemampuan individunya
yang menyatukan seluruh potensi di tim menjadi satu kekuatan utuh.
Padahal, jika kita sedikit menilik ke belakang, beberapa pemain di
timnas Spanyol kerap bermusuhan ketika mereka main di klub yang berbeda
di La Liga. Di bawah asuhan Aragones, dendam pribadi dan persaingan
antarpemain di klub mampu diminimalisasi.
Semuanya bersatu demi
nama harum dan kejayaan negaranya. Pelatih memang bukan satu-satunya
pihak yang ikut mendorong dan bertanggung jawab terhadap suksesnya
timnas bisa berlaga di Piala Eropa 2012. Di luar itu, beban dan tugas
sepak bola ada di pundak pengurus. Negara-negara yang mempunyai tradisi
sepak bola dengan trade mark tertentu yang selama ini merajai berbagai
kompetisi sepak bola dunia, sejatinya telah melakukan pembinaan dan
kaderisasi para pemain sepak bola secara baik dan berjenjang.
Proses
kaderisasi itu membuat mereka tidak akan pernah kekurangan stok pemain
andal dan mumpuni, sebab bibitbibit baru terus bermunculan. Kehebatan
dan kejeniusan pelatih dalam membentuk timnas dan menyusun strategi
ampuh serta proses kaderisasi pemain yang terukur dari asosiasi sepak
bola sebetulnya seirama dengan panggung politik.
Dalam ranah
politik, proses konsolidasi, komunikasi, kaderisasi, dan penyusunan
taktik jitu menjadi unsur-unsur penting yang tidak boleh dinafikan.
Bahwa kemudian dalam permainan sepak bola dan politik ditemukan hal-hal
yang memicu adrenalin meningkat, membuat kening berkerut atau
memunculkan kritik pedas.
Maka itu, hanyalah bagian dari trik
dan pengaturan ritme permainan. Pada akhirnya, perjalanan panjang sepak
bola dan politik memiliki tujuan akhir yang sama, yakni demi meraih
kemenangan secara terhormat.
sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/502605/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar