Senin, 11 Juni 2012

Politik dan Sepak Bola

Perbincangan tentang Piala Eropa 2102 tak ubahnya perbincangan isu-isu politik nasional. Di manamana selalu jadi perdebatan menarik, hangat, dan seksi. Masyarakat Indonesia yang dikenal sangat menggandrungi permainan si kulit bundar ikut bersemangat, bergembira, dan berbicara.

Mulai warung kopi, sosial media, dalam forum tertentu, kalangan politisi, hingga penghuni istana pun ikut membicarakan Piala Eropa 2012. Pada titik ini, setiap orang tentu akan mengunggulkan masing-masing tim kesayangannya, dengan beragam argumen. Sudah pasti dijamin seru. Dalam waktu tiga minggu, kita akan menyaksikan 16 negara terbaik dari benua Eropa berlaga di Polandia-Ukraina, dua negara sebagai panitia ajang empat tahunan ini.

Tak menutup kemungkinan bila gegap gempita dalam merebut trofi Henry Delaunay bisa membuat kita sejenak melupakan hiruk-pikuk politik, termasuk aneka problem yang tengah melilit negeri ini. Seakan aksi para bintang dunia di lapangan hijau yang kita tunggu-tunggu bakal menyihir para pencinta sepak bola dunia, khususnya rakyat di republik ini. Secara kasatmata, kita sepakat bahwa sepak bola (baca Piala Eropa 2012) berbeda dengan panggung politik.

Dua-duanya bisa melahirkan berbagai kemungkinan. Namun, perbedaan itu bisa tertutup dengan berbagai hal yang menjadi persamaan antara politik dan sepak bola. Sejarah telah mencatat setidaknya dalam empat kali terakhir gelaran Piala Eropa, Jerman (juara Piala Eropa 1996), Perancis (kampiun Piala Eropa 2000), Yunani (jawara Piala Eropa 2004), dan Spanyol (pemenang Piala Eropa 2008) telah menunjukkan diri sebagai tim terbaik dan terhebat di jagat Eropa.

Lantas, di mana benang merah politik dan sepak bola? Negara yang berhasil masuk putaran final Piala Eropa 2012 adalah tim sepak bola yang telah melewati fase kualifikasi selama tiga bulan. Mereka menjalani dari satu pertandingan ke pertandingan lain untuk berebut tiket ke Polandia-Ukraina, dengan menyingkirkan para pesaingnya. Selain itu, beberapa tim juga melakukan uji coba dengan negara maupun klub sepak bola lain guna mengukur kekuatan dan kesiapannya bertarung di Piala Eropa 2012.

Proses ini menjadi penting dilewati untuk membuktikan siapakah yang menjadi terbaik. Perjalanan sepanjang kualifikasi dan laga persahabatan sesungguhnya menjadi catatan penting bagi pelatih, ofisial tim, dan pengurus sepak bola. Untuk kepentingan pembentukan tim nasional, pelatih harus memilih dan memanggil pemain-pemain berkualitas dengan spesifikasi berbeda secara ketat dan selektif.

Setiap pemain dicermati profil pribadi, pengalaman, dan kemampuan pribadinya diukur dalam memainkan bola. Pelatih dengan dibantu para ofisial tim, berkuasa penuh untuk menentukan nama-nama pemain yang akan membela negaranya. Sebaliknya, pelatih pun harus siap menerima kritik dan suara sumbang bilamana ada pemain bertalenta yang tidak masuk skuad timnas.

Tanggung jawab dan tugas pelatih selanjutnya bertambah berat. Pelatih harus mampu mengonsolidasikan pasukannya, menciptakan komunikasi dan relasi efektif, menyusun strategi sekaligus meracik taktik jitu supaya timnya sanggup memenangi setiap pertandingan. Dalam proses konsolidasi tim, hal yang paling penting bagi pelatih adalah kemampuannya mengontrol emosi pemain-pemain bintang.

Sering kali pemain-pemain tenar memiliki ego lebih tinggi dibanding pemain-pemain yang baru masuk timnas, sehingga pelatih berkewajiban menciptakan tim kuat, solid, dan cenderung tidak menonjolkan individu-individu, mengingat sepak bola adalah kerja kolektif. Sekadar contoh. Pelatih Spanyol pada Piala Eropa 2008, Luis Aragones, berhasil mengantarkan Spanyol menjuarai Piala Eropa 2008.

Kunci keberhasilan Aragones sesungguhnya terletak pada kemampuan individunya yang menyatukan seluruh potensi di tim menjadi satu kekuatan utuh. Padahal, jika kita sedikit menilik ke belakang, beberapa pemain di timnas Spanyol kerap bermusuhan ketika mereka main di klub yang berbeda di La Liga. Di bawah asuhan Aragones, dendam pribadi dan persaingan antarpemain di klub mampu diminimalisasi.

Semuanya bersatu demi nama harum dan kejayaan negaranya. Pelatih memang bukan satu-satunya pihak yang ikut mendorong dan bertanggung jawab terhadap suksesnya timnas bisa berlaga di Piala Eropa 2012. Di luar itu, beban dan tugas sepak bola ada di pundak pengurus. Negara-negara yang mempunyai tradisi sepak bola dengan trade mark tertentu yang selama ini merajai berbagai kompetisi sepak bola dunia, sejatinya telah melakukan pembinaan dan kaderisasi para pemain sepak bola secara baik dan berjenjang.

Proses kaderisasi itu membuat mereka tidak akan pernah kekurangan stok pemain andal dan mumpuni, sebab bibitbibit baru terus bermunculan. Kehebatan dan kejeniusan pelatih dalam membentuk timnas dan menyusun strategi ampuh serta proses kaderisasi pemain yang terukur dari asosiasi sepak bola sebetulnya seirama dengan panggung politik.

Dalam ranah politik, proses konsolidasi, komunikasi, kaderisasi, dan penyusunan taktik jitu menjadi unsur-unsur penting yang tidak boleh dinafikan. Bahwa kemudian dalam permainan sepak bola dan politik ditemukan hal-hal yang memicu adrenalin meningkat, membuat kening berkerut atau memunculkan kritik pedas.

Maka itu, hanyalah bagian dari trik dan pengaturan ritme permainan. Pada akhirnya, perjalanan panjang sepak bola dan politik memiliki tujuan akhir yang sama, yakni demi meraih kemenangan secara terhormat.

sumber :  http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/502605/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar